PHK Sepihak, Manajemen RS Muhammadiyah Bandung Diduga Tanpa Kesepakatan

Jabar, Kota Bandung, News
PHK Massal Karyawan , PHK Sepihak , RS Muhammadiyah Bandung

Bandung, LamanQu.ComBuntut Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal karyawan Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung beberapa waktu yang lalu, kini menimbulkan sengketa antara pihak Rumah sakit dengan para korban PHK. Pasalnya pihak Manajemen RS Muhammadiyah melakukan PHK diduga tanpa kesepakatan dan sepihak. Sejumlah 164 Orang dari 500 Karyawan Rumah sakit Muhamadiyah Bandung di PHK massal.

Kepada media salah satu korban PHK bernama Purqon juga sebagai Perawat di RS tersebut mengatakan, “Sangat disayangkan adanya PHK tersebut. Pihak Rumah Sakit dalam implementasinya PHK Massal tersebut, diantaranya ada korban PHK Ibu Hamil, Korban PHK yang keguguran, yang sakit dan lain lain,” ujarnya saat ditemui media di RS Muhammadiyah Jln. K.H. Ahmad Dahlan No.53, Turangga, Kecamatan Lengkong, Kota Bandung, Senin (17/ 2/2025).

Kemudian menurut Ibu Ayu yang juga salah satu karyawan korban PHK yang juga (sedang Hamil) mengakui merasa tersdzolimi dan merasa tidak adil. “Kata Resna saya sudah mohon-mohon sampai nagis-nangis. Namun tetap saya terkena PHK oleh pihak RS dengan alasan dari pihak RS karena saya baru 5 Tahun masa kerja, tetapi ternyata ada juga teman saya yang bareng masuk kerjanya, ternyata tidak kena PHK. Jadi terkesan pilih pilih, sementara dirinya sekarang sedang hamil. Kemarin ada yang nawarin kerja, tetapi sampai melahirkan terus nasib saya setelah melahirkan bagai mana? Saya berharap ada kejelasan dari pihak Rumahsakit,” keluhnya.

Seterusnya Resna juga salah satu korban PHK yang mengalami keguguran mengungkapkan bahwa dikala proses gonjang ganjingnya Rumahsakit itu dimana saya sebagai pengurus SP saat itu cukup sibuk, mengurus hak teman-teman seperti gaji yang tidak sesuai dan sebagainya.

PHK Massal Karyawan RS Muhammadiyah Bandung Berbuntut Sengketa

“Tenaga dan pikiran saya terporsir saat itu, dan saya mengetahui saya sedang Hamil di proses itu, mungkin dengan proses itu saya mengalami keguguran, ditanggal 22 Nopember dan saya diputus PHK ditanggal 30 nya. Saya disini bukan cuma membela hak saya tapi juga hak teman teman, yang masih ingin bekerja tapi sudah diputus,” tutur Resna.

Birwansori sebagai Staf RS yang juga sebagai Kader Muhammadiyah mengaku sudah bekerja di RS Muhammadiyah hampir 24 Tahun, “Pada dasarnya kami tidak mau di PHK secara dzolim yang mau di PHK tidak di PHK yang tidak mau di PHK malah di PHK, menurutnya alasan dari pihak Rumahsakit melakukan PHK itu karena ga punya duit buat gaji Karyawan , itu sejak diputus oleh BPS Agustus , kita mulai di PHK November,” kata Birwansori.

Sementara Ahmad Sodikin selaku advokasi SP Rumah sakit Muhamadiyah, memberikan pernyataan kepada media bahwa dirinya dapat berita ada karyawan yang mau bunuh diri karena dia sakit, posisinya dia tidak dipekerjakan, dia juga sekarang tidak di gaji selama 3 bulan, apalagi kita yang normal yang sakit juga tidak diperhatikan oleh pihak Rumahsakit.

“Menurutnya sudah ngasih tahu ke pihak manajemen dia sakit. Namun tidak direspon, artinya di abaikan. Dia engga di PHK, masuk list, tetapi dia tidak dipekerjakan, statusnya di gantung,” ucapnya.

Ditemui ditempat yang sama Jams Panjaitan, S.H., M.H. sebagai kuasa hukum dari pihak korban PHK, kepada media memberikan pernyataan bahwa apa yang dikatakan oleh Kliennya benar.

“Klien kami menjadi dasar buat kami sebagai tim kuasa hukum, kami menerima kuasa untuk menindaklanjuti permasalahan ini. Di dalam perjalanan, kami melihat ada sesuatu hal yang melawan hukum. Hal ini terbukti disaat kami konfirmasi kepada Manajemen ada jawaban dari Manajemen yang diwakili oleh Lembaga Bantuan Hukum PP Muhammadiyah dari Jakarta,” ungkapnya.

Buntut PHK Masal

Mereka mengatakan alasan mereka melakukan PHK ini adalah efesiensi dan diperparah adanya pemutusan hubungan kerja sama antara BPJS dengan pihak Rumah Sakit, disini suatu kejanggalan yang menurut kami dibuatkan suatu alasan dengan terputus nya hubungan kerjasama antara BPJS dengan Muhamadiyah itu tidak bisa dibawa menjadi alasan melakukan PHK masal ini.Kami menolak itu, jadi tidak bisa mengatakan kalau BPJS memutus kerja sama dengan pihak Rumahsakit yang dikorbankan adalah karyawan.

“Kami patut menduga adanya sesuatu hal atau perbuatan yang kita duga yang tidak ditepati oleh pihak Rumahsakit, dalam perjanjian kerjasama itu, kami sudah meminta supaya ini diawasi oleh Dewan Pengawas BPJS supaya ditindak lanjuti apa alasan BPJS untuk melakukan tindakan pemutusan kerjasama itu. Dalam dugaan kami ini adalah suatu perbuatan kesewenangan yang dilakukan oleh pihak manajemen,” bebernya.

Hal senada saat ditemui ditempat dan hari yang sama, saat di temuai media AKBP (Pur) Dr. Rusman S.H., M.H. yang juga sebagai tim kuasa hukum dari korban PHK mengatakan, “Kami sudah melakukan Somasi kesatu, ditindaklanjuti pertemuan denga kuasa hukum mereka tetapi tidak jelas jawabnya,” kata Rusman.

“Lanjutnya Di somasi kedua di menganggap bahwa ini normatif padahal ini melanggar dan tidak berprikemanusiaan, ketiga inilah jawaban kami. Kita akan lihat celah hukumnya karena banyak pasal-pasal yang di langgar dia, kita bisa saja melakukan jalur pidana maupun perdata,” pungkasnya.