Palembang, LamanQu.Com – Nama H. Jamak Udin, S.H., atau yang akrab disapa Kiyai Jamak, dikenal luas sebagai tokoh masyarakat yang dermawan dan aktif membantu warga Palembang–Sumatera Selatan. Namun, tidak banyak yang tahu bahwa perjalanan hidupnya penuh perjuangan, kemiskinan, dan kerasnya pengalaman hidup sebelum meraih kesuksesan seperti saat ini.
Jamak tumbuh dalam keluarga yang sangat sederhana. Ibunya seorang janda yang berjualan bongkol di Pasar 16 Ilir untuk memenuhi kebutuhan hidup. Masa kecilnya dipenuhi keterbatasan dan kesulitan.
“Hidup aku dulu susah. Ibu jual bongkol di Pasar 16 Ilir. Nak sekolah susah, nak beli pakaian susah. Banyak air mata,” kenangnya.
Meski hidup serba kekurangan, ibunya selalu menanamkan pesan yang menjadi pegangan hidupnya hingga kini: jangan tinggalkan sholat. Ibunya berasal dari keluarga religius, cucu dari Haji Ketip Dahlan, seorang ulama pemilik pesantren.
“Ibu selalu bilang: Jamak, jangan tinggalkan sholat. Sesusah-susah hidup kau, pasti ado wong yang nolong kalau kau sholat.”
Jamak tidak menutupi bahwa masa remajanya sempat diwarnai kenakalan. Ia pernah terlibat perkelahian hingga beberapa kali pindah sekolah. Meski hidup dalam lingkungan keras, ada satu hal yang tidak pernah ia tinggalkan: sholat.
“Nakal-nakal aku dulu, kejam-kejam aku dulu, aku masih sembayang. Itu yang jadi penyelamat.”
Setiap sholat, ia memanjatkan tiga doa:
- Dipermudah mencari rezeki
- Diberikan kekayaan
- Bisa mencium Hajar Aswad
Pada 2016, ketiga doa itu terwujud ketika ia berangkat ke Tanah Suci.
Seiring waktu, hidupnya berubah. Ia meninggalkan masa kelam dan memilih menjadi pribadi yang bermanfaat. Setiap Jumat, ia rutin membagikan beras, nasi, dan uang kepada masyarakat. Ia ikut membantu pembangunan masjid serta membantu warga tanpa memandang status.
“Sedekah itu tidak mengurangi harta. Justru menambah.”
Konsistensinya membuat warga menghormatinya sebagai Tokoh Masyarakat, meski ia tidak pernah meminta gelar tersebut.
Mendirikan Sekolah Gratis dan Kantor Hukum
Berangkat dari masa kecil yang penuh keterbatasan, Jamak bertekad membuka akses pendidikan bagi generasi berikutnya. Ia mendirikan Yayasan Akas Haji Khotib Dahlan dan SMA Pendidikan Anak Bangsa (PAB) — sekolah gratis selama tiga tahun. Tak jarang, ia sendiri yang membelikan seragam olahraga siswa.
“Saya ingin anak-anak tidak putus sekolah. Semoga mereka menjadi orang semua.”
Tidak ingin anak muda terjebak pada jalan gelap yang pernah ia lalui, ia mendirikan PT Pengamanan Anak Bangsa, PT Krisna, Kantor Hukum Anak Bangsa, serta LBH Jamak Posai, yang banyak menyelesaikan kasus masyarakat kecil tanpa biaya melalui mediasi.
“Dulu orang bilang aku preman. Tapi aku tidak habiskan hidup di narkoba atau hiburan. Aku pilih buka lapangan kerja untuk budak-budak ini.”
Anak-anak Sukses, Doa Ibu Terjawab
Di usia yang matang, ia bersyukur melihat anak-anaknya tumbuh sukses:
- Anak pertama: Direktur PT Pengamanan Anak Bangsa & PT Krisna
- Anak kedua: Bidan
- Anak ketiga: Anggota Polisi
- Anak keempat: Pengacara
- Anak kelima: Atlet Karateka internasional
“Banyak yang nanya kok buah jauh dari pohon. Mungkin buahnya jatuh saat banyu pasang,” candanya.
Pesan Hidup
Kisah hidup H. Jamak Udin menjadi bukti bahwa siapa pun bisa bangkit, berjuang, dan menjadi manfaat bagi orang lain.
“Aku dulu susah, pedih, kejam. Tapi Allah sayang. Tinggi pohon banyak angin. Yang penting kita terus nolong orang.”






