Palembang, lamanqu.com – Kejadian saling senggol antara pengendara mobil pick up berinisial AA dengan pengendara motor inisial G yang terjadi di di Jalan Wahid Hasyim, Tugu KB, Kelurahan 7 Ulu, Selasa 25 Juli 2023 yang berujung pada keributan dengan meminta uang perdamaian diklarifikasi oleh keluarga korban AA.
Beredar berita dugaan tindak pidana pemerasan dan perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan Tiga oknum TNI yang bertugas di Kumdam II/ Sriwijaya, Letda Chk AC, Serda HR dan YA terhadap G (26) anak dari H Jamak Udin SH MH sekaligus Ketua Kantor Hukum Pengamanan Anak Bangsa (PAB).
Adik kandung AA yang merupakan PNS di Odmil 105 Palembang, Deni Setiawati yang merupakan adik kandung dari AA mengatakan, kejadian saling senggol menyenggol karena posisi macet. Jadi tidak mungkin berhenti biar biar tidak tambah macet jadi majulah mobil kakaknya.
“Jadi sama-sama maju. Mobil pick up kakak saya posisi maju kecepatan 20 km per jam nah tiba-tiba dari sebelah kanan ada yang menjambak rambut kakak saya. Karena kesakitan majulah kakak saya mobilnya ditarik lah baju kakak saya sampai robek. Pas ditarik baju karena tangan satunya pegang gigi dan satu tangan pegang setir karena ditarik baju dilepaskanlah. Akhirnya kehilangan keseimbangan jadi sama-sama jalan terjatuh lah motor itu. Jadi kakak saya menepi mau mendatangi yang terjatuh, kakak saya pas mau keluar ternyata di depan situ ada motor yang pertama disamperin lah kakak kami, motor pertama pas disamperin langsung narik baju sampai sobek baju kakak saya. Dan kakak saya sudah ngomong kagek dulu, tapi baru nak ngomong dulu dari belakang langsung ada yang gebuk pakai helm, Ado yang megang baju tadi langsung gocoh kakak kami,” ujarnya saat konfrensi pers, Senin (31/7/2023).
“Karena diserang bagian kepala terkapar lah kakak kami langsung jatuh. Kemudian ada yang nendang leher, dikeroyok kakak kami. Seperti tidak ada ampun. Pelaku yang menyeroyok kakak kami itu, berhenti melakukan pemukulan karena ada polisi dari Sekta mau ke Poltabes. Jadi pas dilihat di kakak saya sudah dikeroyok ini kemudian polisi ngasih tembakan sekali dua kali tidak berhenti, pas tiga kali memberikan tembakan peringatan baru mereka berhenti mengeroyok kakak kami,” katanya.
“Polisi itu melihat ada yang megang helm ada yang megang batu . Jadi kalau tidak dilerai polisi kakak kami bisa mati dikeroyok oleh pelaku. Jadi langsung dibawa ke sekta SU1,” bebernya.
Ketika kami sampai di Polsek SU I Palembang ternyata mereka melapor dan mengatakan merekalah yang di aniaya,” terang Deni.
Menurut Deni, setelah kejadian itu kami membawa kakak kami ke RS Bari dan dari hasil pemeriksaan dokter terdapat lebam parah di bagian kepala,” ujarnya.
Ketika disinggung mengenai uang damai Rp 30 juta Deni menuturkan, karena dia ini PNS di lingkungan TNI maka pihak keluarga (G) mengajak berdamai dan kami terima ajakan perdamaian tersebut akan tetapi kami tidak bisa menjawab langsung pada saat itu karena mau berembuk keluarga dulu,” kata Deni.
Lanjut Deni, setelah kami berembuk sekeluarga kami meminta bantuan kepada Penasehat Hukum (PH) lalu PH ini membawa surat perintah dan ada dasarnya yaitu pasal 44 PP nomor 39 tahun 2010 dan peraturan panglima nomor 1089/XII/2017 tentang Juknis Bankum dan kami juga membuat surat kuasa.
Jadi sebelum PH ini menyampaikan kepada pihak keluarga (G) karena atas perintah kepala hukum (kakum) PH ini menyampaikan ke pihak keluarga (G) bahwa pihak keluarga kami mau berdamai asal kan mereka bersedia membayarkan biaya pengobatan dan kerugian lainnya sebesar 30 juta dan di situ juga ada kalimat bertuliskan seikhlasnya, kami juga tidak pernah mengatakan uang sebesar 30jt itu berulang ulang seperti apa yang di ceritakan oleh pihak keluarga (G), sebelum di sampaikan kepada keluarga (G) kami meminta izin dulu kepada kakum,” bebernya.
“Perintah kakum 30 juta itu maksudnya keberadaan si PH itu di sana atas perintah kakumdam, karena PH meminta saran kakum bahwa pihak keluarga kami minta 30 juta dan kakum menjawab terserah pihak keluarga saja, jadi kakum itu hanya memberi saran dan mengetahui saja,” pungkasnya.




