Palembang, LamanQu.com – Persidangan perkara perselisihan hubungan industrial antara karyawan dan Bank Sumsel Babel kembali digelar secara offline di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Palembang, Kamis (9/10/2025). Agenda sidang kali ini menghadirkan saksi ahli dari pihak tergugat, Basani Situmorang, yang justru menuai keraguan dari pihak penggugat.
Menurut penggugat, keterangan saksi ahli banyak menunjukkan ketidaktepatan, baik dalam menyebut dasar hukum maupun dalam memahami istilah ketenagakerjaan.
“Saat ditanya soal dasar hukum pekerja PHK karena mangkir dikualifikasikan sebagai mengundurkan diri, saksi ahli menjawab ‘berdasarkan Pasal 157A huruf 2 UU Cipta Kerja’, padahal dalam UU No. 6 Tahun 2023 pasal tersebut tidak mengatur hal dimaksud,” ungkap penggugat usai sidang.
Pernyataan itu pun sempat dikonfirmasi langsung oleh Ketua Majelis Hakim Romi Sinatra, SH MH serta Hakim Anggota Dr. Haryanto, SH. MH. yang menanyakan kejelasan rujukan pasal tersebut. Basani kemudian menjawab dengan nada ragu, “Kalau tidak salah di Pasal 157A huruf 2,” sambil melirik ke arah tim kuasa hukum tergugat.
“Sulit dipercaya jika seorang yang mengaku ahli dalam bidang hubungan industrial tidak hafal pasal UU Ketenagakerjaan yang berkaitan dengan materi rekonvensinya sendiri, bahkan melihat contekan,” ujar penggugat menanggapi keterangan saksi.
Selain soal pasal, saksi ahli juga disebut tidak memahami istilah umum di dunia ketenagakerjaan seperti blue collar workers (pekerja lapangan) dan white collar workers (pekerja kantoran), serta istilah right to disconnect- hak karyawan untuk memutus komunikasi di luar jam kerja.
“Bagaimana bisa mengaku ahli tapi tidak tahu istilah ketenagakerjaan dalam hubungan industrial,” kritik penggugat.
Lebih lanjut, saksi ahli menyatakan bahwa pekerja “tidak boleh menolak mutasi karena merupakan perintah”, namun pernyataan itu langsung dikoreksi oleh Hakim Thobari, SH.MH
Hakim menegaskan, dalam Pasal 32 UU Nomor 13 Tahun 2003, tidak ada ketentuan yang melarang pekerja menolak mutasi. Pasal tersebut justru menekankan agar penempatan tenaga kerja tidak dilakukan secara diskriminatif.
Kuasa Hukum Penggugat menambahkan, “Apalagi dalam perkara ini, penggugat sedang dalam masa perselisihan hubungan industrial yang belum selesai. Jadi mutasi semestinya tidak bisa dilakukan sepihak.”
Keterangan Basani Situmorang juga dinilai lemah karena tidak memahami batasan hari kerja, waktu istirahat, hak lembur pekerja, maupun sanksi bagi pengusaha.
“Bahkan ketika ditanya soal syarat Bipartit dan Tripartit pengajuan rekonvensi, ahli mengaku tidak menguasai hukum acara hubungan industrial maupun hukum acara perdata,” kata kuasa hukum penggugat.
Karena itu, pihak penggugat meyakini majelis hakim akan mempertimbangkan seluruh bukti dan keterangan secara objektif. “Kami percaya majelis akan menilai dengan kacamata hukum yang jernih dan normatif” ujar penggugat.
Penggugat juga menyoroti Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara perusahaan dan serikat pekerja yang telah kadaluarsa sejak 23 Agustus 2025. PKB tersebut juga dinilai cacat hukum karena ditandatangani oleh pengurus yang merangkap pejabat setingkat Vice President yang memiliki konflik kepentingan, sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UU Serikat Buruh.
Adapun gugatan ini diajukan oleh karyawan Bank Sumsel Babel dengan meminta PHK dilakukan karena kesalahan perusahaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 154A ayat (1) huruf g angka 2, 4, dan 5 UU 6/2023 tentang Penetapan Perpu Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang. Perusahaan dianggap melakukan pelanggaran karena:
1. Membujuk atau menyuruh pekerja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum;
2. Tidak melaksanakan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja; dan
3. Memerintahkan pekerja melakukan pekerjaan di luar yang diperjanjikan.