Palembang, lamanqu.com – Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (ASGI) kembali melaksanakan kegiatan, simposium nasional pembelajaran sejarah III, Warisan Budaya Tak Benda (WBTB), dalam konsep ketahanan budaya , publikasi dan sumber belajar pada era millenial bertempat di Hotel Swarna Dwipa, Kamis (4/11/2021).
Kepala dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan Drs Riza Fahlevi MM berharap agar AGSI Indonesia ini menjadi panutan dan profesional. Agar menjadi contoh bagi murid dan mahasiswa.
“Kita berikan apresiasi mengenai kegiatan ini, dihadiri langsung oleh sejarahwan dan tokoh sejarah lainnya. Saya berharap agar sejarah merupakan bagian dari sebuah pendidikan,” harapnya.
Ia berharap agar ASGI selalu sinergi dengan pemerintah. Memiliki integritas, tetap eksis,
Inovatif dan introspeksi jika ada kesalahan. Serta terus gali potensi yang ada. Melaksanakan dengan aksi semua program-program di ASGI.
“Tentu saya berharap agar semuanya teradminitrasi dengan baik. Percuma jadinya jika tidak tersimpan dengan baik setiap kegiatan dan penelitian yang sejauh ini dilaksanakan,” tandasnya.
Presiden Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (ASGI), Sumardiansyah Perdana Kusuma mengatakan, simposium ini merupakan yang ketiga kalinya kita mengadakan simposium secara Nasional. “Pertama kita laksanakan di Jogjakarta kedua di Surabaya dan sekarang di Palembang. Tema kita juga berbeda-beda kali ini tema kita sejarah dalam konsep pembelajaran,” ujarnya.
Lebih lanjut dia menuturkan, pada hari pertama ini akan dibahas beberapa hal terkait sejarah baik yang ada di Palembang maupun di daerah lainnya. Kemudian pada hari kedua peserta akan secara langsung mengunjungi beberapa situs secara. Jadi selama ini dilihat dan didengar melalui berbagai sumber. Sekarang para peserta dari berbagai daerah bisa langsung belajar dan memahami beberapa peninggalan sejarah. Nantinya bisa dibuatkan dalam bentuk video dan naskah. Sehingga bisa digunakan sebagai bahan ajar kepada murid di sekolah nanti.
“Dengan kegiatan ini diharapkan akan lebih memperkaya pengetahuan akan sebuah sejarah itu sendiri,” katanya.
Misalnya sambung dia, seperti situs bukit Siguntang, akan tampak kecil jika dilihat semata hanya untuk Palembang saja. Tapi jika ditelusuri lebih jauh bahwa bangsa Palembang berasal dari berbagai suku bangsa di berbagai bagian timur Bumi ini. Jadi pada dasarnya tidak ada suatu suku yang benar-benar lahir secara pribumi. Pasti suku tersebut berasal dari daerah yang ada peradaban.
“Nilai dari sebuah sejarah haruslah di lihat dalam Kecamatan yang cukup luas. Sehingga dengan sejarah dapat mempersatukan kita. Bukankah kita berasal dari satu keluarga saja,” bebernya.
Sementara itu Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jayo Wikramo Fauwaz Diraja mengatakan, dirinya sangat bersyukur dan patut bangga. Bahwa di Palembang dilaksanakan kegiatan tersebut. Dari semua penjuru Nusantara hadir pada kesempatan tersebut baik dari Papua, Kalimatan dan lainnya.
Secara tidak langsung ini menciptakan nilai silaturahmi di masyarakat semakin kuat terutama bagi tokoh sejarah dan guru sejarah di Indonesia.
Sekarang ini di lingkungan ini nilai sejarah sudah bergeser. Kegiatan sejarah juga sudah berubah. Dewasa ini banyak anak muda yang menggandrungi tiktok. Kegiatan menonton drama Korea. Tanpa tahu dan mau mengingat nilai dan sejarah yang ada di wilayahnya.
” Kita nemiliki nilai kearifan lokal yang harus kita pedomani. Kita perlu merealisasikan sejarah dalam kehidupan kita, bukan meniru budaya yang malah merusak nilai dari jadi diri bangsa Melayu sendiri,” jelas dia.
“Mengenai sejarah Palembang sendiri yang saat ini sudah mulai hilang dan dilupakan. Dirinya mengaku akan merangkum kembali cerita dan menceritakannya dalam bentuk visual dan pdf,” pungkasnya.