Palembang, LamanQu.Com – Sidang perkara dugaan praktik pemasangan behel (kawat gigi) tanpa izin dengan terdakwa Lindri Utama kembali digelar di Pengadilan Negeri Palembang, pada Selasa (09/12/2025).
Sidang dengan nomor perkara: 1311/Pid.Sus/2025/PN Plg dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Oloan Exudos Hutabarat, S.H., M.H dengan agenda mendengarkan pembacaan eksepsi dari pihak terdakwa.
Dalam eksepsinya, Kuasa hukum terdakwa Lindri Utama, Siti Fatonah, SH menilai dakwaan JPU mengandung cacat formil dan materiil sehingga tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat (2) KUHAP.
Siti Fatonah menjelaskan bahwa perkara ini dinilai “dipaksakan” karena JPU menggunakan pasal dalam Undang-Undang Kesehatan untuk menjerat terdakwa yang bukan merupakan tenaga kesehatan. Terdakwa diketahui merupakan pelaku UMKM yang mengelola salon kecantikan.
“Klien kami bukan tenaga kesehatan. Usaha yang dijalankan adalah salon kecantikan yang baru beroperasi empat sampai lima bulan terakhir. Namun dalam dakwaan, disebutkan telah berjalan sejak 2011. Ini keliru dan menunjukkan dakwaan tidak disusun secara cermat,” ujar Fatonah.
Menurut Fatonah, JPU keliru menerapkan Pasal 439 dan 441 UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023 yang ditujukan kepada tenaga kesehatan. Sementara itu, terdakwa adalah pelaku UMKM yang bergerak di bidang kecantikan.
“Memaksakan pelaku UMKM salon sebagai pelaku tindakan medis adalah bentuk salah kaprah hukum yang serius. JPU mencampuradukkan profesi dan kewenangan,” kata Fatonah.
Fatonah juga mengutip Putusan Mahkamah Agung No. 1784 K/Pid.Sus/2018, yang menyatakan bahwa tindakan yang mirip tindakan medis tidak serta-merta menjadi tindakan medis apabila tidak ditujukan untuk tujuan kesehatan.
“Pemasangan behel kosmetik tidak dapat diperlakukan sebagai tindakan medis karena tidak ditujukan untuk pengobatan. Hal ini sejalan dengan Putusan MA No. 1784 K/Pid.Sus/2018,”jelasnya
Dalam eksepsi tersebut, Siti Fatonah juga menyoroti bahwa dakwaan JPU tidak mencantumkan adanya korban maupun kerugian.
“Tidak dijelaskan apakah ada korban luka, adakah keluhan medis, atau kerugian konsumen. Bahkan tidak ada laporan korban sebelum penyelidikan dilakukan. Unsur delik materiil tidak terpenuhi,” jelasnya.
Sementara itu, kuasa hukum lainnya, Litundzira, S.H turut membantah tuduhan bahwa terdakwa menggunakan alat medis. Menurutnya, bahan dan peralatan yang digunakan termasuk kategori produk kosmetik, sebagaimana definisi dalam Peraturan BPOM No. 23 Tahun 2019.
“Penuntut Umum keliru dalam mengategorikan alat. Tidak ada alat medis sesuai UU Kesehatan yang digunakan terdakwa,” katanya
Atas seluruh keberatan tersebut, Ristina, S.H. meminta majelis hakim menerima eksepsi terdakwa dan menyatakan surat dakwaan JPU Nomor PDM-5724A/L.6.10/Eku.2/11/2025 sebagai dakwaan yang tidak cermat dan tidak jelas.
“Kami memohon majelis hakim menyatakan dakwaan batal demi hukum atau setidaknya tidak dapat diterima,”tutupnya.
Sidang akan kembali digelar pekan depan dengan agenda penyampaian tanggapan JPU terhadap eksepsi yang diajukan pihak terdakwa.




