Tuntutan Jaksa Desi Yumenti Dinilai Dipaksakan, Terdakwa Ahmad Rusli Siap Melapor ke Jaksa Agung dan Komisi Kejaksaan RI

Hukum, News
sidang kasus penganiayaan

Palembang, LamanQu.ComSidang kasus pidana Nomor 89/Pid.B/2025 yang melibatkan terdakwa Ahmad Rusli dan korban Jamak Udin kembali digelar di Pengadilan Negeri Palembang pada Kamis, 21 Maret 2025. Agenda sidang kali ini adalah pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Desi Yumenti, SH, MH. Dalam tuntutannya, JPU tetap berpegang pada dakwaannya bahwa terdakwa melakukan pengeroyokan sebagaimana diatur dalam Pasal 170 ayat (2) ke-2 KUHP dan menuntut hukuman enam tahun penjara.

Namun, tim kuasa hukum terdakwa dari LBH PERADI Pergerakan, yakni Riza Faisal Ismed, SH, M. Padli, SH, Zaly Zainal, SH, dan Ricky MZ, SH, menilai bahwa tuntutan tersebut tidak sesuai dengan fakta persidangan. Mereka berpendapat bahwa tindakan terdakwa lebih tepat dikategorikan sebagai penganiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP, bukan pengeroyokan sebagaimana yang dituduhkan oleh JPU.

“Kami mempertanyakan dasar tuntutan JPU karena di persidangan yang terbukti adalah penganiayaan, bukan pengeroyokan. JPU seolah-olah menuntut atas perbuatan yang tidak dilakukan oleh terdakwa,” ujar tim kuasa hukum.

Menurut mereka, terdakwa sendiri telah mengakui perbuatannya secara jujur dan mengungkapkan bahwa ia sendirian dalam melakukan penganiayaan terhadap korban. Oleh karena itu, jika merujuk pada Pasal 191 ayat (2) KUHAP, pengadilan seharusnya mempertimbangkan kemungkinan putusan lepas dari tuntutan hukum.

Lebih lanjut, tim kuasa hukum menyoroti bahwa tidak ada bukti kuat yang menunjukkan adanya pengeroyokan terhadap korban. Kesaksian dari lima saksi yang diajukan oleh JPU dinilai tidak independen karena mereka memiliki hubungan dekat dengan korban, termasuk salah satunya yang merupakan anak kandung korban.

Sebaliknya, keterangan dari lima saksi a de charge (saksi yang diajukan oleh pihak terdakwa) justru menunjukkan bahwa mereka tidak melihat adanya pengeroyokan. Bahkan, beberapa saksi menyatakan bahwa orang-orang yang disebut oleh JPU sebagai pelaku pengeroyokan berada cukup jauh dari lokasi kejadian saat insiden terjadi.

Tim kuasa hukum juga menekankan bahwa bukti visum dan keterangan ahli menunjukkan bahwa luka yang diderita korban disebabkan oleh senjata tajam jenis kujang. Hal ini semakin memperkuat fakta bahwa kejadian tersebut adalah kasus penganiayaan tunggal oleh terdakwa, bukan pengeroyokan yang dilakukan secara bersama-sama.

Selain itu, mereka juga mengkritisi analisis yuridis dalam tuntutan JPU yang menyebut bahwa pengeroyokan dilakukan oleh terdakwa bersama beberapa orang lainnya. Padahal, menurut tim kuasa hukum, fakta persidangan tidak mengungkap keterlibatan orang lain dalam insiden tersebut. Jika memang ada pelaku lain, seharusnya mereka juga dihadapkan ke persidangan atau setidaknya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Dengan berbagai kejanggalan yang mereka temukan dalam tuntutan JPU, tim kuasa hukum menyatakan bahwa mereka akan melaporkan Jaksa Desi Yumenti ke Jaksa Agung dan Komisi Kejaksaan RI. Mereka menilai bahwa tuntutan yang diajukan terkesan dipaksakan dan tidak sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan.

“JPU tidak bisa asal menuduh tanpa didukung bukti yang kuat. Ini menyangkut keadilan bagi terdakwa,” tegas tim kuasa hukum.

Sidang selanjutnya akan menjadi momen krusial dalam menentukan apakah pengadilan akan mempertimbangkan fakta persidangan yang telah diungkapkan oleh pihak terdakwa atau tetap mengikuti tuntutan JPU.