Musi Banyuasin – Malam di Stable Horse, Sekayu, Sabtu (1/11/2025), bukan sekadar pesta olahraga. Ketika obor Pekan Paralimpik Provinsi (Peparprov) ke-V Sumatera Selatan dinyalakan, cahaya itu tak hanya membakar semangat 751 atlet disabilitas dari 17 kabupaten/kota, tapi juga menyorot satu sosok muda berhijab yang menjadi simbol harapan: Tasya Permata Sari, atlet para bulu tangkis asal Musi Banyuasin.
Dengan langkah mantap dan senyum penuh keyakinan, dara berusia 21 tahun itu membawa obor ke panggung utama, puncak seremoni yang membuat ribuan pasang mata terpaku.
“Senang sekali rasanya diberi kepercayaan menjadi pembawa obor. Orang tua hadir langsung, dan saya merasa sangat bangga,” kata Tasya dengan mata berkaca-kaca, usai acara pembukaan.
Tasya lahir di Ngulak, Musi Banyuasin, 2 Oktober 2004, sebagai anak bungsu dari empat bersaudara, dari pasangan Herman Sawiran dan Wasilawati. Hidup sederhana tak pernah menjadi penghalang, tetapi justru jadi bahan bakar perjuangannya.
“Menjadi disabilitas saat remaja itu sulit. Saya dulu minder, bahkan sempat tidak mau melanjutkan sekolah setelah SMP,” kenangnya.
Keputusan untuk tinggal di Sentra Budi Perkasa Palembang menjadi titik balik. Awalnya Tasya hanya mengikuti pelatihan menjahit, tapi di sela waktu, ia sering bermain bulu tangkis, hobi masa kecil yang pelan-pelan membuka jalan menuju dunia baru.
Bakatnya tak luput dari mata pelatih NPCI Sumatera Selatan, yang kemudian menawarinya latihan serius.
“Tahun 2019 saya ikut kejuaraan provinsi, tapi kalah. Waktu itu pelatih saya, Pak Tomo, bilang jangan menyerah. Dari situlah saya mulai latihan sungguh-sungguh,” ujarnya.
Kerja keras Tasya berbuah manis. Di bawah pembinaan NPCI Sumatera Selatan, teknik dan mentalnya tumbuh pesat. Ia membalas kekalahan masa lalu dengan torehan emas di Peparnas Papua 2021, dan kembali mempersembahkan emas di Peparnas Solo 2024.
Kini, bulu tangkis bukan sekadar olahraga, tetapi bagian dari jati dirinya. “Dulu saya sering merasa tidak percaya diri. Tapi jadi atlet membuat saya lebih kuat dan bahagia. Saya bisa punya banyak teman, dan melihat dunia dengan cara yang lebih luas,” kata Tasya yang juga gemar melukis dan mendesain busana.
Menjadi pembawa obor di Peparprov Sumsel V bukan hanya kehormatan simbolik bagi Tasya, tetapi juga pengakuan atas perjuangan panjangnya. Ia kini menatap satu tujuan besar: masuk Pelatnas dan mengibarkan Merah Putih di ajang internasional.
“Tasya ingin bergabung di Pelatnas dan membawa nama Indonesia ke luar negeri,” ujarnya mantap.
Kepada sesama penyandang disabilitas, Tasya menitipkan pesan sederhana namun menggugah:
“Tetap semangat, jangan malu, dan terus berjuang. Disaat ada kemauan, pasti ada jalan.”
Peparprov Sumsel V bukan sekadar pesta olahraga, melainkan panggung pembuktian bahwa semangat tak mengenal batas fisik. Dan di malam yang gemerlap itu, obor yang dibawa Tasya bukan sekadar simbol pertandingan, tetapi api perjuangan yang menyala dari desa kecil di Musi Banyuasin, menuju panggung nasional.
Dari Ngulak untuk Indonesia, Tasya Permata Sari membuktikan: keterbatasan bukan akhir, melainkan awal dari sebuah perjalanan luar biasa.





