Palembang, LamanQu.Com – Kepolisian Daerah Sumatera Selatan (Polda Sumsel) melalui Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Subdit III Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) menegaskan tidak ada intervensi dalam proses penyidikan dugaan korupsi terkait pembebasan lahan Kolam Retensi Simpang Bandara, Kelurahan Kebun Bunga, Kecamatan Sukarami, Palembang.
Direktur Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Sumsel Kombespol Bagus Suropratomo Oktobrianto melalui
Kasubdit III Tipidkor Polda Sumsel, Kompol Kristanto Situmeang, S.H., S.I.K., M.M., menjelaskan bahwa kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan dan sejumlah pihak telah dipanggil untuk dimintai keterangan.
“Kasus ini masih berproses. Kami sudah mulai melakukan pemanggilan terhadap pihak-pihak terkait. Jumlahnya akan terus kita cek dan update sesuai kebutuhan,” ujarnya saat diwawancarai di ruang kerjanya, Kamis (2/10/2025).
Kristanto menegaskan bahwa seluruh pihak yang diduga terlibat, termasuk pejabat Pemerintah Kota Palembang, BPN Kota Palembang yang menerbitkan Sertifikat PTSL akan dipanggil untuk diperiksa dan dimintai keterangan.
Namun hingga saat ini, belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.
“Semua yang berhubungan dengan kasus ini akan kita panggil dan dimintai keterangan.Sampai saat ini proses berjalan lancar, tidak ada kendala. Kami fokuskan pada penyidikan. Sekali lagi saya tegaskan, tidak ada intervensi dalam penanganan kasus ini,” tandasnya.
Terkait dugaan bahwa lahan yang diganti rugi merupakan kawasan rawa konservasi, Kristanto menyebut pihaknya masih mendalami melalui proses hukum.
“Untuk hal itu, kita masih lakukan penyidikan.Prosesnya situasional, tapi akan kita upayakan secepatnya,” katanya.
Dijelaskanya bahwa Hasil audit investigasi BPKP menyatakan seluruh pembayaran untuk pembebasan lahan tersebut berstatus total loss atau kerugian total, karena lahan yang dibebaskan merupakan kawasan konservasi milik negara yang tidak boleh diperjualbelikan
Sementara itu, berdasarkan informasi di lapangan, dugaan pelanggaran bermula dari proses pendataan dan pengukuran tanah pada titik awal.
Diduga telah terjadi perubahan titik awal serta pemalsuan dokumen dengan mengubah peta bidang di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palembang.
Lahan yang semula berstatus tanah negara berupa rawa konservasi, diduga dialihkan menjadi tanah atas nama masyarakat.
Untuk memperkuat perubahan status, lahan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Sertifikat tanah hasil PTSL inilah yang dijadikan dasar atau alas hak dalam proses ganti rugi.
Kasus ini kini masih dalam penyidikan intensif Ditreskrimsus Polda Sumsel, dan publik menunggu perkembangan lebih lanjut terkait siapa saja pihak yang akan dimintai pertanggungjawaban hukum.