Palembang, LamanQu.Com – Kepala BPKAD Kota Palembang, Ahmad Nashir, melalui Kabid Anggaran, Fitrian Alexandy, SE., MM, menegaskan bahwa persoalan ganti rugi lahan kolam retensi Simpang Bandara bukan terletak pada mekanisme penganggaran, melainkan pada pelaksanaan di lapangan.
Fitrian mengungkapkan, dirinya sudah dua kali dipanggil Kejaksaan Negeri (Kejari) Palembang untuk memberikan keterangan terkait permasalahan tersebut. Ia menjelaskan bahwa dari sisi penganggaran, seluruh proses telah dijalankan sesuai mekanisme yang berlaku dan dinilai tidak bermasalah.
“Kalau untuk sisi penganggaran, menurut pihak Kejari, sudah tidak ada masalah. Namun yang menjadi persoalan adalah di pelaksanaan. Karena dalam RKA (Rencana Kerja dan Anggaran), tidak disebutkan titik lokasi lahan secara detail. Yang terjadi, titik pelaksanaan bergeser dari yang diusulkan awal,” jelas Fitrian, Selasa (30/9).
Menurutnya, proses penganggaran telah melalui tahapan panjang. Mulai dari usulan SKPD yang diinput ke dalam RKA, kemudian dibahas bersama DPRD, dievaluasi oleh Pemerintah Provinsi, hingga akhirnya disahkan dalam Perda APBD. Proses serupa juga berlaku pada APBD Perubahan.
“Usulan ganti rugi lahan itu memang sudah ada dari SKPD. Setelah dibahas dan disetujui DPRD, dimasukkan dalam Perda APBD. Jadi secara aturan penganggaran sudah sesuai. Hanya saja, pelaksanaannya di lapangan ternyata titik lokasi berbeda dengan usulan awal,” ujarnya.
Fitrian menambahkan, Pemkot Palembang melalui Dinas PUPR menganggarkan pengadaan tanah (ganti rugi) untuk pembangunan kolam retensi Simpang Bandara sebesar Rp19,8 miliar. Selanjutnya, pada November, Pemprov Sumsel memberikan bantuan sebesar Rp20 miliar. Dengan demikian, total anggaran yang tersedia mencapai Rp39,8 miliar.
“Dalam penyusunan anggaran, usulan itu selalu diajukan setahun sebelumnya. Misalnya anggaran tahun 2026, usulannya sudah masuk di tahun 2025. Jadi penganggaran sifatnya memang jauh hari. Proses pencairan itu bukan bidang kami, melainkan SKPD teknis,” kata Fitrian.
Ia juga menegaskan bahwa tim TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) selalu menyeleksi usulan-usulan dari SKPD sesuai kemampuan keuangan daerah. Usulan ganti rugi lahan kolam retensi dianggap prioritas, mengingat kawasan tersebut rawan banjir sehingga memerlukan penanganan berupa kolam retensi.
“Masalah teknis titik lokasi di lapangan kami tidak tahu. Kami hanya menerima surat usulan dari SKPD. Kalau kemudian titiknya berubah, apalagi disebut lahan konservasi, itu bukan ranah kami,” tegasnya.
Terkait pemeriksaan dirinya, Fitrian menyebut hingga kini ia belum pernah dipanggil Polda Sumsel, namun sudah dua kali dimintai keterangan oleh Kejari Palembang.
“Dari hasil pemeriksaan, kesimpulannya bukan soal penganggaran. Tapi terkait titik lokasi yang berubah dan prosedurnya diduga tidak sesuai,” pungkasnya.