Daeng Supri Yanto SH MH : Porprov Jatim IX 2025, Pembunuhan Karakter Atlet Anak dan Kegagalan Sistem Olahraga Nasional

Palembang, LamanQu.Com – Kasus 180 atlet anak Jawa Timur yang menjadi korban konflik antara KONI dan KOI dalam Porprov Jatim IX 2025 bukan sekadar masalah olahraga biasa. Ini adalah tragedi yang mencoreng wajah olahraga nasional dan merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap hak-hak anak. Pernyataan atlet anggar yang telah bertanding resmi namun dinyatakan ilegal, meskipun telah mengantongi SK Gubernur dan mengikuti aturan teknis resmi Porprov, sungguh mengejutkan dan memprihatinkan. Ini menunjukkan adanya penyimpangan prosedur dan penyalahgunaan wewenang yang sangat merugikan para atlet muda.
Seruan terbuka dari Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur kepada Presiden dan Menpora untuk melakukan intervensi merupakan langkah yang tepat dan mendesak. Pernyataan “pembunuhan karakter” terhadap atlet anak-anak bukanlah hiperbola. Pencabutan medali, hilangnya sertifikat resmi dan bonus, serta tekanan psikologis berat yang dialami para atlet merupakan bentuk perlakuan tidak adil dan traumatis. Ini bukan hanya merugikan prestasi mereka, tetapi juga merusak masa depan mereka.
Dari perspektif hukum, kasus ini menunjukkan adanya pelanggaran terhadap UU Perlindungan Anak dan hukum perdata. Para atlet anak berhak mendapatkan perlindungan hukum dan keadilan. Mereka telah berlatih keras, berjuang maksimal, dan telah mengikuti aturan yang berlaku. Namun, akibat konflik internal organisasi olahraga, mereka justru menjadi korban. Oleh karena itu, tuntutan Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur untuk mengembalikan hak-hak atlet, memulihkan kondisi psikologis mereka, dan menjatuhkan sanksi kepada pihak yang bertanggung jawab adalah tuntutan yang sah dan harus dipenuhi.
Kasus ini juga mengungkap kelemahan mendasar dalam sistem pengelolaan olahraga nasional. Konflik internal yang berlarut-larut dan berdampak pada atlet anak-anak menunjukkan adanya kegagalan tata kelola, lemahnya pengawasan, dan kurangnya komitmen terhadap pembinaan atlet. Perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem dan struktur organisasi olahraga di tingkat nasional dan daerah. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prinsip utama dalam pengelolaan olahraga.
Pemerintah pusat dan daerah harus bertindak tegas dan segera menyelesaikan masalah ini. Tidak cukup hanya dengan mengembalikan hak-hak materiil atlet. Perlu juga upaya untuk memulihkan kondisi psikologis mereka melalui konseling dan pendampingan. Lebih penting lagi, perlu reformasi sistemik dalam pengelolaan olahraga untuk mencegah terulangnya tragedi serupa di masa depan. Masa depan olahraga Indonesia tidak boleh dipertaruhkan oleh konflik internal dan penyalahgunaan wewenang.
Sebagai seorang advokat, saya melihat ini sebagai pelanggaran serius terhadap hak-hak anak. Mereka berhak mendapatkan lingkungan yang aman, kondusif, dan mendukung untuk mengembangkan potensi mereka. Konflik internal organisasi olahraga seharusnya tidak menjadi beban yang harus ditanggung oleh anak-anak. Mereka adalah aset bangsa, bukan pion dalam permainan kekuasaan.
Peristiwa ini juga mengungkap krisis kepemimpinan yang akut dalam dunia olahraga Jawa Timur. Para pemimpin olahraga seharusnya menjadi teladan, bukan justru menjadi sumber masalah. Prioritas utama seharusnya adalah pembinaan atlet, bukan kepentingan pribadi atau golongan. Kegagalan dalam mengelola konflik ini menunjukkan lemahnya tata kelola dan etika kepemimpinan di tubuh KONI dan KOI.
Sanksi tegas dan akuntabilitas harus dijalankan terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kerugian yang dialami para atlet. Proses hukum perlu ditempuh untuk memastikan keadilan bagi para korban. Selain itu, diperlukan reformasi menyeluruh dalam sistem pengelolaan olahraga di Jawa Timur, termasuk peningkatan transparansi dan akuntabilitas.
Lebih jauh, pemerintah perlu mengambil peran aktif dalam mengawasi dan melindungi hak-hak atlet, khususnya anak-anak. Regulasi yang lebih ketat dan pengawasan yang efektif dibutuhkan untuk mencegah terulangnya tragedi serupa. Masa depan olahraga Jawa Timur tidak boleh dipertaruhkan oleh ego dan kepentingan sesaat. Kita harus membangun sistem olahraga yang berkelanjutan, berbasis etika, dan berorientasi pada prestasi atlet, bukan pada kepentingan politik internal. Memulihkan kepercayaan publik dan melindungi hak-hak anak adalah prioritas utama.
Berita Terkait
Indeks BeritaTarget Tinggi, KONI Empat Lawang Siap Raih Kemenangan di Porprov Sumsel...
News, Sumsel
Kasus Dugaan Pengeroyokan di Sembawa, Santa Imelda Smaltus Resmi Polisikan Nita dkk...
Jabar, News
Audiensi Dengan Wali Kota, Kuasa Hukum DR Wijang Mohon Keadilan...
Hukum, News
PKB Sambut Hangat Cucu Gubernur Sumsel Ke-8, Menjadi Kader PKB...
News, Politik
Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) Jadi Strategi Utama Cegah Karhutla di Sumsel, Fokus E...
News, Sumsel