Syarat dan Ketentuan Ibadah Wakaf dalam Ajaran Islam
lamanqu.com – Ibadah wakaf dalam Islam dikategorikan sebagai amal jariyah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Wakaf sendiri adalah sedekah harta untuk kepentingan masyarakat banyak.
Sedekah wakaf tidak berkurang nilainya, tidak boleh dijual dan tidak boleh diwariskan. Hal ini dikarenakan wakaf pada hakikatnya adalah menyerahkan kepemilikan harta menjadi milik Allah atas nama umat banyak.
Keutamaan sedekah wakaf amal jariyah tergambar dalam sabda Nabi Muhammad, “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang salih”.
Wwakaf adalah menahan harta yang bisa diambil manfaatnya dengan tetap kekalnya zat itu sendiri dan harta benda itu sendiri dan harta kemanfaatannya di jalan dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah.
Konsekuensi dari hal ini adalah zat harta-benda yang diwakafkan tidak boleh di tasharruf kan. Sebab yang ditasharrufkan adalah manfaatnya. Hal ini dikemukakan sebagai penulis kitab Kifayah al-Akhyar sebagai berikut;
وحده في الشرع حبس مال يمكن الإنتفاع به مع بقاء عينه ممنوع من التصرف في عينه وتصرف منافعه في البر تقربا إلى الله – تقي الدين أبي بكر بن محمد الحسيني الحصني الدمشقي الشافعي, كفاية الأخيار فى حل غاية الإختصار, سورابايا-دار العلم, ج, 1 ، ص. 256
“Definisi wakaf menurut syara ‘adalah menahan harta-benda yang memungkinkan untuk mengambil manfaatnya beserta kekalnya dzat harta-benda itu sendiri, dilarang untuk mentasaharrufkan dzatnya. Sedang mentasharrufkan kemanfaatannya itu dalam hal isyarat dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah. ”
(Taqiyyuddin Abi Bakr bin Muhammad al-Husaini al-Hishni ad-Dimasyqi asy-Syafi’i, Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayah al-Ikhtishar, Surabaya-Dar al-‘Ilm , tt, juz, 1, h.256 ) .
Pahala orang yang berwakaf akan selalu langgeng di sisi Allah. Jika harta wakaf terus dimanfaatkan umat, ganjaran orang yang melakukan wakaf akan terus mengalir, kendati ia sudah meninggal dunia.
Terdapat lima syarat dan rukun wakaf yang harus dipenuhi agar sedekah jariyah ini sah diamalkan sebagai berikut:
–Wakif atau orang yang mewakafkan harta
–Mauquf bih atau tersedia barang atau harta yang akan diwakafkan
-Mauquf ‘Alaih atau pihak yang diberi wakaf dan peruntukan wakaf atas harta yang tersedia
–Shighat atau pernyataan sebagai ikrar wakif untuk kehendak mewakafkan sebagian harta bendanya demi kepentingan orang banyak
–Nazhir atau orang yang akan bertanggung jawab mengelola harta wakaf tersebut.
Rukun dan syarat di atas harus dipenuhi orang yang menginginkan mewakafkan hartanya. Hal ini dikendalikan untuk menghindari perselisihan yang biasanya terjadi di kemudian hari, terlebih dahulu jika ahli waris belum memantau harta yang diwakafkan orang orang tuanya.
Otoritas harus sah dilakukan dari tuntunan agama, orang yang memerintah mewakafkan hartanya harus mengatur sertifikat wakaf mengatur pengaturan undang-undang negara.
Orang yang mewakafkan hartanya atau pihak nazhir sebagai yang dibebani tanggung jawab harus melaporkan untuk mengurus harta wakaf, terutama jika yang diwakafkan itu adalah tanah, kepada pihak Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk laporan negara tanah wakaf .
Hal ini disebabkan harta yang diwakafkan, khususnya tanah wakaf seringkali menimbulkan sengketa karena selisih paham ahli waris atas tanah orang tuanya. Padahal orang tuanya sudah melakukan ikrar tersirat atas sedekah jariyah untuk mewakafkan harta, yang dalam hal ini tanah bagi kepentingan umat banyak.
Tentunya, pihak pewakaf tidak ingin memantik masalah keduniaan. Meskipun perkara wakaf adalah hubungan antara hamba dan Allah, di sana juga terdapat kepentingan umat yang diatur pihak negara agar urusannya lancar tidak hanya kepada Tuhan, namun juga antarmanusia di lingkungan