LamanQu.Com – Sebuah bayangan bergerak di bawah istana kekuasaan. Mereka bukan tikus jalanan yang kotor, melainkan manifestasi dari kejahatan yang paling kuno dan paling merusak: keserakahan.
Dalam narasi politik, tikus berdasi adalah simbol yang hidup. Sebuah metafora yang bergerak di balik tirai kekuasaan, menggerogoti fondasi moral sebuah bangsa.
Mereka tidak butuh kekuasaan. Mereka hanya butuh apa yang kekuasaan hasilkan. Dengan moncong yang tajam dan mata yang waspada, mereka mengawasi setiap pergerakan.
Mereka adalah para penggerogot, yang mengikis kekayaan publik sepotong demi sepotong. Mereka adalah para penimbun, yang mengumpulkan emas dan harta benda, sementara rakyat hidup dalam kemiskinan.
Kisah-Kisah Serakah: Tikus dalam Narasi Politik
Dalam ilustrasi politik, mereka tidak pernah digambarkan sebagai pahlawan. Sebaliknya, mereka adalah penjahat yang bersembunyi di balik jas dan dasi.
- Pesta di Balik Layar: Digambarkan sebagai sosok yang berpesta di atas penderitaan rakyat, tikus-tikus ini merayakan korupsi di balik pintu-pintu tertutup. Mereka menggerogoti anggaran negara, menelan setiap karung uang, meninggalkan hanya remah-remah untuk masyarakat.
- Pengkhianat: Kata “rat” (tikus) dalam bahasa Inggris adalah sinonim untuk pengkhianat. Ini adalah politikus yang mengkhianati kepercayaan. Mereka menjanjikan perubahan, tetapi bersekutu dengan kekuatan gelap. Mereka tidak setia pada ideologi, hanya pada diri mereka sendiri.
- Laba-laba di Jaring Kotor: Mereka membangun jaringan laba-laba. Jaringan ini rumit dan korup. Jaringan ini melibatkan kroni-kroni. Jaring ini dirancang untuk menjebak kekayaan. Tikus-tikus ini mengendalikan sistem. Mereka menjebak setiap orang yang mencoba jujur. Mereka memastikan tidak ada yang bisa lepas dari jaringan mereka.
Simbolisme Tikus yang Begitu Kuat
Simbolisme tikus bekerja karena kita semua mengenalinya. Kita tahu bagaimana mereka hidup di tempat-tempat gelap. Selain itu, kita juga tahu bagaimana mereka bisa berkembang biak.
Tikus adalah manifestasi nyata dari ketidakmurnian. Sifat mereka yang oportunistik, kemampuan mereka untuk berkembang di lingkungan yang paling kotor, dan hasrat mereka yang tak pernah terpuaskan untuk mengumpulkan, semuanya menjadi cerminan dari politikus yang paling serakah.
Ini adalah pertempuran yang tidak pernah berakhir. Pertempuran antara moralitas dan keserakahan. Dan di setiap babak baru, tikus akan selalu kembali, sebagai peringatan. Peringatan bahwa bahaya sesungguhnya tidak datang dari luar, melainkan dari dalam. Ia adalah hama yang menggerogoti dari dalam. Menggerogoti fondasi moral sebuah negara.