Palembang, lamanqu.com – Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Sumsel, Herlan Asfiudin memberikan tanggapannya terkait kisruh kenaikan tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan di mana jasa hiburan yang meliputi karaoke, diskotek, bar, klub malam, dan spa dikenakan mulai dari 40% hingga 75%.
“Kita pengusaha modal pinjaman bank dari awal, pada saat 70% untuk pajak, 20% untuk biaya-biaya taktis dak tegaji lagi karyawan. Otomatis tutup usaha. Game over,” ujarnya saat dibincangi, Rabu 17 Januari 2024.
Menurut Ketua Masyarakat Sadar Wisata (Masata) Sumsel ini, hiburan merupakan kebutuhan masyarakat. Dengan kejenuhan bekerja, masyarakat butuh refreshing.
“Kenapa mesti dipersulit, coba dipermudah supaya rakyat bahagia agar negara kuat, kalau rakyat stres, negara miring,” ujarnya.
Pria yang akrab disapa Babe ini menerangkan kalaupun harus naik, seharusnya kenaikan pajak hiburan tidak lebih dari 20 %, jadi tidak merugikan banyak pihak.Berdasarkan pengalaman pribadi sebagai mantan Ketua PHRI Sumsel dan juga seorang pengusaha, Calon Legislatif dari Partai Gerindra ini mengatakan, kalau pajak hiburan tinggi, terindikasi adanya permainan dari oknum tertentu. “Celah untuk permainan itu lebih besar baik dari pihak pengusaha nakal maupun petugas pajak,” ucapnya.
Hal ini juga pernah ia ungkapkan ke Ketua DPRD Kota Palembang beberapa tahun lalu. Ia menyebutkan lebih baik pajak di bawah 10% tapi PAD meningkat.
“Dia sempat bingung pada saat itu, beliau bilang sedangkan pajak 10% tidak menjamin PAD meningkat, apalagi di bawah itu,” ungkapnya.
Lanjut Babe, apabila pajak 10%, akan terbuka lebar celah untuk berlaku curang.
“Bisa saja orang pajak bilang ke pengusaha untuk bayar 3% saja, 2% untuk pajak. Bisa hemat 5%. Pengusaha dan petugas pajak happy, negara tetap dapat dikit,” terangnya.
Namun akan berbeda apabila tarif pajak dikenakan di bawah 10% bahkan 5%, para pengusaha tidak berminat untuk melakukan kecurangan karena nominal yang terlalu kecil.
“Pengusaha dak galak lagi main karena duitnya dikit. Sudah bayar bae lah, pasti itu yang terjadi. Tapi kalau tarif pajak sampai 70%, Main Galo,” tegasnya.
Dia menyarankan, kenaikan tarif pajak sebaiknya yang wajar-wajar saja, tidak memberatkan banyak pihak, tidak menimbulkan kecurangan oknum, dan ini yang harus dicari solusinya, berapa kisaran kenaikan tarif pajak yang tepat.
“Yang penting wajar dan kalau bisa dipermudah, kenapa dipersulit,” pungkasnya.