* Juarsah Tunggu Surat Resmi dari KPK
Muara Enim, lamanqu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim, Aries HB dan eks Kepala Dinas PUPR, yang kini menjabat Kepala Bappeda Muara Enim, Ramlan Suryadi.
Keduanya ditangkap lembaga anti rasuah itu di kediaman masing-masing di Palembang, Minggu (26/4/2020), terkait dugaan keterlibatan kasus suap yang menjerat eks Bupati Muara Enim, Ahmad Yani.
Menyoal tertangkapnya kedua pejabat tersebut, Pelaksana Tugas Bupati Muara Enim, Juarsah, justru belum mengetahui secara pasti atas musibah yang menimpa keduanya, terutama untuk Kepala Bappeda, yang menjadi salah satu bawahannya.
Juarsah berucap, dirinya belum menerima laporan terkait penangkapan yang berlangsung di Palembang beberapa hari lalu itu.
“Saya belum bisa berbicara apa-apa, karena belum ada laporan secara pasti yang masuk ke kita,” ungkap Juarsah, Senin (27/4/2020).
Juarsah mengatakan, untuk saat ini pelayanan di Bappeda masih berjalan normal seperti biasa, tidak ada yang terhambat sama sekali dalam kegiatan perkantoran. Mengenai pergantian pejabat sementara Kepala Bappeda, Juarsah berujar masih akan menunggu terlebih dahulu laporan resmi dari KPK
“Dan, saya belum bisa berbicara lebih banyak, kita tunggu surat keterangan resmi dari KPK. Kita akan lakukan pergantian Kepala Bappeda dengan Pelaksana Tugas sesuai aturan yang berlaku,” jelasnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, Roy Riyadi, menuntut terdakwa Ahmad Yani, Bupati Muara Enim non aktif, selama tujuh tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider enam bulan penjara.
Tuntutan terhadap terdakwa disampaikan dalam persidangan yang berlangsung secara streaming di Pengadilan Negeri (PN) Klas 1 A Khusus Palembang, pada Selasa, 21 April 2020.
Tuntutan tersebut, dijatuhkan terhadap Ahmad Yani karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi untuk 16 proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Muara Enim.
Selain tuntutan itu, terdakwa juga harus membayar uang pengganti sebesar Rp3,1 miliar. Serta hak politik untuk dipilih pun dicabut hingga lima tahun setelah putusan sidang sudah inkracht. (Rlq)










