Palembang, LamanQu.Com – Penyelenggaraan Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) ke-XV di Musi Banyuasin (Muba) tahun 2025, alih-alih menjadi momentum kebangkitan olahraga prestasi di Sumatera Selatan, justru meninggalkan catatan kelam yang mengindikasikan kegagalan total. Klaim ini bukan tanpa dasar, melainkan didasarkan pada serangkaian fakta dan indikasi yang mencoreng esensi sportivitas dan pembinaan atlet.
Minimnya Pemecahan Rekor dan Indikasi Mandeknya Pembinaan
Salah satu indikator utama kegagalan Porprov kali ini adalah minimnya pemecahan rekor dari berbagai cabang olahraga (cabor). Hal ini mengindikasikan bahwa pembinaan olahraga prestasi di daerah tidak berjalan efektif, dan terkesan hanya menjadi ajang seremonial belaka tanpa substansi yang berarti. Anggaran dana hibah yang seharusnya menjadi stimulus bagi peningkatan kualitas atlet, justru terkesan hanya menjadi lahan konsumtif tanpa output yang jelas.
Tuan Rumah yang Gagal dan Skandal Jual Beli Atlet
Status tuan rumah yang diemban Muba seharusnya menjadi keuntungan strategis untuk mendulang prestasi. Namun, kenyataannya justru sebaliknya. Keputusan untuk mengambil atlet dari luar daerah Provinsi Sumatera Selatan menjadi blunder yang mencoreng citra sportivitas. Skandal jual beli atlet yang terbukti dengan dianulirnya medali yang diraih tuan rumah, menjadi bukti nyata bahwa integritas olahraga telah dikorbankan demi ambisi sesaat.
Medali Siluman dan Praktik Tidak Bermoral
Isu dugaan skandal medali siluman dan praktik tidak bermoral semakin memperburuk citra Porprov Muba 2025. Ajang yang seharusnya menjadi panggung bagi atlet untuk menunjukkan kemampuan terbaiknya secara fair dan jujur, justru dinodai oleh praktik-praktik kotor yang merusak esensi olahraga.
Intervensi KONI Pusat dan Dampak Negatifnya
Intervensi Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat dalam urusan Porprov yang seharusnya menjadi domain provinsi, menjadi preseden buruk yang mengancam otonomi daerah dalam pembinaan olahraga. Intervensi ini disinyalir mempengaruhi perolehan medali dan merugikan kontingen yang bertarung secara fair.
KONI Sumsel yang Terkesan Pasif
Sikap pengurus KONI Sumsel yang terkesan membiarkan intervensi KONI Pusat dan praktik-praktik tidak sehat lainnya, menimbulkan tanda tanya besar mengenai komitmen mereka terhadap pembinaan olahraga prestasi di Sumsel. KONI Sumsel seolah-olah hanya menjadi penonton dalam perhelatan Porprov, tanpa visi dan misi yang jelas untuk mempersiapkan atlet-atlet berprestasi menuju ajang yang lebih tinggi seperti PON.
Saran dan Rekomendasi
1. Evaluasi Total dan Transparan: KONI Sumsel harus melakukan evaluasi total dan transparan terhadap penyelenggaraan Porprov Muba 2025, dengan melibatkan seluruh stakeholder terkait, termasuk atlet, pelatih, pengurus cabor, dan pengamat olahraga.
2. Audit Keuangan: Audit keuangan secara independen perlu dilakukan untuk memastikan penggunaan anggaran dana hibah secara efektif dan efisien, serta mengidentifikasi potensi penyimpangan yang terjadi.
3. Penegakan Hukum: Aparat penegak hukum harus menindak tegas pelaku praktik jual beli atlet, medali siluman, dan praktik tidak bermoral lainnya yang mencoreng citra olahraga.
4. Revitalisasi Pembinaan Atlet: KONI Sumsel harus merevitalisasi program pembinaan atlet secara berkelanjutan, dengan fokus pada peningkatan kualitas pelatih, penyediaan fasilitas latihan yang memadai, dan penerapan sport science.
5. Penguatan Otonomi Daerah: KONI Pusat harus menghormati otonomi daerah dalam pembinaan olahraga, dan tidak melakukan intervensi yang merugikan daerah.
6. Peningkatan Profesionalisme Pengurus: KONI Sumsel harus meningkatkan profesionalisme pengurus, dengan memilih orang-orang yang memiliki kompetensi, integritas, dan komitmen yang tinggi terhadap pembinaan olahraga.
Kegagalan Porprov Muba 2025 menjadi momentum penting bagi KONI Sumsel untuk berbenah diri dan melakukan perubahan mendasar dalam sistem pembinaan olahraga. Jika tidak, maka mimpi untuk meraih prestasi di tingkat nasional dan internasional hanya akan menjadi ilusi belaka.







