Palembang, lamanqu.com – BPJS Kesehatan adalah pelaksana program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) . Regulator Program JKN adalah pemerintah pusat melalui UU, Perpres dan Permenkes. Sehingga aturan yang berjalan itu mengikuti UU, ketentuan pemerintah pusat, dan kemenkes.
Untuk sistem rujukan Kemenkes sudah membuat ketentuan pertama berlaku secara umum baik peserta JKN dan non JKN untuk seluruh masyarakat.
Permenkes nomor 1 tahun 2012 tentang sistem rujukan berjenjang perorangan ,sistem rujukan tersebut menjadi pedoman program JKN juga sejak tahun 2014. Pedoman Pelayanan JKN juga termasuk Permenkes nomor 28 tahun 2014 kemudian melalui Perpres nomor 82 tahun 2018 tentang Pedoman pelayanan JKN dimana diatur juga didalamnya termasuk mekanisme rujukan antara fasilitas kesehatan.
Hal tersebut diungkapkan Kabid Penjaminan Manfaat Rujukan BPJS Kesehatan Cabang Palembang dr Ade Purna MBA saat diwawancarai dikantornya, Jumat (26/8/2022).
Dia menjelaskan, sistem rujukan JKN selaras dengan Permenkes nomor 1 tahun 2012. Artinya sistem rujukan berjenjang ada tingkat layanan. Ada 2 pelayanan yakni pelayanan kesehatan primer dan pelayanan kesehatan sekunder. Bagian primer itu adalah bagian dokter umum di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) ada puskesmas, klinik, dokter praktek perorangan dan prakter dokter gigi perorangan.
“Kompetensi dokter umum itu standar kompetensi dokter umum itu ditetapkan konsil kedokteran Indonesia yaitu induk yang mengatur kewenangan dokter umum yaitu ditetapkan 144 diagnosa atau penyakit yang dapat tuntas dikomptensi dokter umum atau tuntas di Faskes tingkat pertama. Karena ketika lulus, dokter umum sudah punya kompetensu di 144 penyakit yang tuntas dilayani. Itu batasan mengelokah ditingkat pertama, ” ujarnya.
Kemudian lanjut Ade, ketegori kedua Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKTL) atau Fasilitas Rujukan Tingkat Lanjutan (FRTL). Ini spesialistik, ini dibagi sesuai tipe atau kelas Rumah sakit yakni kelas A, B, C dan D. Ada kompetensi pelayanan dokter klinis atau sumber daya penunjang. Bicara tipe RS A, B, C dan D masing masing punya batasan pelayanan. Semakin tinggi tipe maka semakin komplek pengobatan yang bisa dilaksanakan.
Sistem rujujan ke jenjang spesialis secara umum di RS tipe D dan C, serta jenjang tipe A dan B (layanan subspesialistik). Teman teman yang berobat ke FKPT diperiksa dokter membutihkan pelayanan kompetensi lebih tinggi / spesialistik dimulai dari RS tipe D dan C dulu sesuai Permenkes nomor 1 tahun 2012.
Ketika di RS tipe C dan D melihat harus dutangani dokter subspesialistik maka bisa dirujuk ke RS tipe B atau A. Namun ada juga pengecualian pengecualian. Jika sudah dideteksi hanya bisa dilayani subspesialis atau punya resume pelayanan kemo ke subspesialis atau bisa langsung ke RS tipe B atau A. Tapi harus dipastikan dulu, misal pasien sudah kemo rutin untuk melanjutkan kemi didaerah ini tidak harus mengulang lagi melalui rujukan RS tipe C atau D. Dia bawa resume yang dulu maka bisa ke RS tipe B atau A.
“Selain itu, sistem rujukan bersifat portabilitas dalam pemanfaatannya. Artinya peserta JKN bisa dilayani dimanapun se Indonesia. Tapi tetap ada ketentuan umumnya. Misal saya keluar daerah selama beberapa minggu. Saya terdaftar di di FKTP Palembang, boleh dilayani di FKTP didaerah lain tanpa harus pindah FKTP. Misal saya sakit kepala atau maag kambuh, bisa dilayani tanpa harus memindahkan FKTP. Semua FKTP se Indonesia tau kewajiban itu. Kalau tidak dilayani FKTP itu artinya tidak patuh. Kalau tidak patuh ada nilai kepatuhan terhadap kontrak kerjasama tidak dipenuhi, waktu perpanjangan kerjasama, ada poin kontrak kerjasama yang tidak terenuhi bisa saja tidak diperpanjang. Kita kontrol tingkat kepatuhannya.
“Misal ketika saya diluar daerah, butuh rujukan tetap dengan alur biasa. Sesuau fasilitas kesehatan rujukan terdekat yang punya kompetensinya. Contoh lainnya, untuk dokter kesehatan jiwa (SpKJ) itu mungkin terbatas jumlahnya. Itu dirujuk ke RS paling dekat, tapi jika tidak ada doktet SpKJ di RS tipe C dan D maka di aplikasinya itu membuka langsung ke RS tipe B atau A yang ada SpKJ,” bebernya.
“Jadi dasar rujukan itu pertama RS terdekat, kedua RS yang tersedia kompetensi pelayanannya. Itu sistem yang membacanya. Karena profil RS itu update setiap hari, artinya disaat ada aperubahan jadwal di RS itu tampil di aplikasi, kita bisa membacanya di FKTP tadi. Sarana dan prasana SDM itu ada healt fasility information sistem (HFIS) , dan BPJS Kesehatan melakukan appoval di aplikasi, untuk pelayanan FKTP aplikasi primari care (P-Care). Untuk merujuk itu pakai aplikasi, baru tertera nama dokter baik yang pindah jadwal, atau ada dokter baru, atau ada dokter yang tidak praktek. Harus diupdate dipalikasi kita, jadi data yang terkoneksi antar aplikasi picare dan aplikasi hafis, ” terangnya.
Lebih lanjut Ade mencontohkan, misal ada pasien dari FKTP dirujuk ke RS tipe D dan C, jika tidak ada pelayanannya di RS tipe C dan D maka maka bisa langsung ke RS tipe C dan D yang letak geografisnya lebih jauh. Misal dari FKTP di Sekayu dirujuk ke RS tipe C dan D, tapi lokasinya tidak ada lagi pilhan RS terdekat. Maka bisa dari FKTP puskesmas langsung terbuka ke RS tipe B yaitu RSUD Sekayu.
“Apalagi jika riwayat rekam medis yang hanya bisa dilayani di RS kelas B atau Kelas A maka dari FKTP bisa ke RS yg memiliki kompetensi sesuai kebutuhan . Sistem di JKN itu sudah mendeteksi RS berdasarkan posisi GPS. Aplikasi picare membaca jarak, selanjutnya kompetensi spesialistik yang dibituhkan. selagi jak terdekat dan kompetensi ada itulah yang dipilih.
“Pasien bisa minta semuanya, tapi pelayanan JKN tidak bisa di jamin atas permintaan pasien. Ada standar kompetensi yang dipegang dokter tersebut (standar pelayanan medis paduan praktek klikik. Itu yang perlu diketahui RS dan dokter sebagai dasar pelayanan. Pengobatan medis itu banyak terapinya, cakupan penjaminan BPJS adalah pelayanan atas indikasi medis, dan pengobatan medis standar. Misal usus buntu ada pengobatan dengan apendiktomi primer, dan ada juga dengan pengobatan alat sekunder atau tersier yang lebih canggih misal dengan alat yang tidak perlu operasi . Contoh lain operasi mata minus ada yang dengan cara operasi tapi ada juga bisa dengan cara tanpa operasi. Kita jalani lini terapi primer/medis standar, ” urainya.
Ade mengungkapkan, ilmu kedokteran itu semakin berkembang. Setiap ada tindakan yang belum dilakukan sebelumnya itu dilihat dulu tindakan itu sudah memiliki belum healt teknologi assesement (HTA). Kalau tidak punya HTA maka belum dijamin JKN. “Misal ada alat baru dari Jerman, dan langsung dibawa ke Indonesia. Kalau mau ditanggung JKN maka harus ditetapkan di Kemenkes untuk HTAnya. Jadi prosedur kesehatan yang baru harus ditetapkan efisiensi, safety, dan sebagainya. Terpenting tingkat efektivitas pengobatan setinggi apa dan cakupan biayanya. Jangan jangan tingkat kesembuhan lebih rendah dari prosedur yang lama tapi biayanya lebih mahal, sehingga secara HTA Kemenkes belum dapat di setujui. HTA yg belum disetujui tidak dijamin di program JKN. Aturannya di Kemenkes, dan BPJS Kesehatan sebagai pelaksana program JKN.
“Program JKN cakupannya di Palembang sudah sangat tinggi diatas 90 persen atau hampir universal healt coverage. Oleh sebab itu, pakailah aplikasi mobile JKN karena diaplikasi itu ada tanya jawab, diskusi dan info terbaru, ada chat dengan dokter FKTP. Selain itu, di aplikasi MobileJKN itu terdapat menu antrian online untuk pelayanan di FKTP dan terus dikembangkan untuk antrian online di RS, jadi tidak perlu antri dalam mendaftar apalagi kondisi sekarang masih pandemi covid-19.” tandasnya.










