* Pasien OTG, ODP dan PDP Dimakamkan Sesuai Protokol Covid 19 dan SOP
Palembang, lamanqu.com -Jumlah pasien covid -19 di Indonesia termasuk di Sumsel terus bertambah. Termasuk pasien dengan kategori Orang Tanpa Gejala (OTG), Orang Dalam Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) juga ikut bertambah secara signifikan.
Mirisnya, saat ini muncul tuduhan dari masyarakat, dokter dan rumah sakit mengambil keuntungan besar dari pasien covid-19 dengan cara memakamkan pasien OTG, ODP dan PDP dengan protokol covid 19.
Ketua Komite PPI (Pencegahan Pengendalian Infeksi) RS. Muhammad Hoesin Palembang yang juga Wakil Ketua Tim PIE (Penyakit Infeksi Emerging) RS.M.Hoesin Palembang
Ketua PETRI Cabang Palembang ( Perhimpunan Tropik Infeksi Indonesia) dr. Harun Hudari, SpPD. K-PTI. FINASIM mengatakan, pasien covid-19 itu bukan hanya yang positif covid-19. Pasalnya, pasien covid-19 itu juga termasuk Orang Tanpa Gejala (OTG), Orang Dalam Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP). “Jadi yang positif covid-19 berdasarkan hasil swab, OTG, ODP dan PDP, itu semua pasien covid-19. Jadi bukan hanya yang positif saja pasien covid-19. Yang berstatus OTG, ODP dan PDP itu juga pasien covid-19,” ujarnya.
Oleh sebab itu, lanjut Harun Hudari, pasien yang berstatus OTG, ODP dan PDP, ketika meninggal, dan walaupun belum keluar hasil pemeriksaan laboratorium, maka akan dimakamkan sesuai protokol pasien covid-19.
“Sebagai contoh, pasien positif covid-19 di Prabumulih, itu diurus pemakamannya sesuai prosedur protokol covid-19 oleh petugas medis yang menggunakan APD lengkap. Tapi saat dimakamkan, banyak keluarga pasien yang datang ke makam. Itu petugas medis tidak melanggar protokol, tapi pihak keluarga pasien yang melanggar protokol,” katanya.
Harun Hudari mengungkapkan, di daerah lain dia juga melihat penolakan keluarga pasien yang tidak mau dimakamkan sesuai prosedur protokol covid-19. “Mereka berasumsi harus pasti dulu hasil laboratorium yang menyatakan positif. Kalau belum ada hasil laboratorium yang menyatakan positif, pihak keluarga tidak mau dimakamkan dengan protokol covid-19. Itu salah, karena seluruh pasien covid-19 harus dimakamkan sesuai protokol. Itu bukan tenaga medis yang kurang sosialisasi. Tapi pihak keluarga pasien yang tidak mau menerima, karena ada stigma walaupun belum terbukti positif covid -19 tapi mereka takut dikucilkan, tercemar nama baik dan mengganggu bisnisnya. Itu yang mereka hindarkan. Sehingga pihak keluarga pasien covid-19 tidak mau paham kalau semua kategori OTG, ODP, dan PDP itu juga termasuk pasien covid-19. Jadi kalau meninggal saat isolasi mandiri dirumah atau isolasi di rumah sakit, mereka harus dimakamkan dengan protokol pemakaman pasien covid-19,” terangnya.
Harun Hudari menuturkan, pemakaman pasien covid-19 itu sudah diatur dalam Undang Undang terkait wabah penyakit. Dan saat ini sudah ada Permenkes didukung dengan fatwa MUI. Dulu pasien flu burung, sars,Mers juga dimakamkan sesuai protokol. Nah pasien covid-19 juga harus dimakamkan sesuai prosedur.
“Jadi tidak harus terbukti covid-19 baru dimakamkan secara protokol covid. Kita melakukannya berdasarkan referensi, protokol dan SOP. Misalnya penentuan OTG itu berdasarkan riwayat berpergian dan kontak langsung dengan pasien positif covid-19. Sedangkan ODP itu sudah ada gejala klinis dan riwayat berpergian dan kontak langsung dengan pasien positif covid-19. Nah untuk status PDP itu sudah ada gejala berat seperti penumonia dari hasil ronsen,CT Scan atau sedang berada di zona merah seperti Palembang dan Prabumulih. Jadi jika ada pasien OTG, ODP dan PDP meninggal dengan ada penyakit penyerta lain seperti Jantung, TBC atau lainnya, maka harus diperlakukan pemakamannya berdasarkan protokol pasien covid-19. Karena statusnya adalah pasien covid-19,” bebernya.
“Janganlah ada asumsi dimasyarakat ada kesengajaan dokter dan rumah sakit pasien dicovidkan. Itu salah dan tuduhan tidak berdasar. Jangan ada tuduhan dokter dapat ratusan dari pasien covid-19, itu tidak benar dan perlu diluruskan. Pasalnya, penentuan OTG, ODP dan PDP itu bisa dibuktikan secara ilmiah,” tegas Harun Hudari.
Dia mengungkapkan , melihat video pasien covid -19 di NTB, Manado, Makasar, pihak keluarga menolak pasien dimakamkan dengan protokol covid-19, dengan alasan belum keluar hasil laboratorium yang menyatakan positif covid-19. Sehingga jenazah dipaksa dibawa pulang.
“Itu kesalah pahaman pihak keluarga pasien. Karena sudah ada UU pasien yang meninggal karena wabah, dan ada Permenkes dan fatwa MUI nya. Jadi pemakaman harus sesuai protokol covid-19 meskipun hasil laboratoriumnya belum keluar. Jadi harus diluruskan pengertian ini. Jangan ada asumsi kita sengaja mengcovidkan pasien, tuduhan itu salah dan tidak mendasar. Pasalnya, pasien yang belum keluar hasil laboratoriumnya dan belum terbukti positif, ketika meninggal dimakamkan secara protokol untuk mengantisipasi penularan virus ke petugas medis, dan masyarakat. Karena ada kasus pasien yang mayatnya dibawa pulang, dimandikan, dan dicium oleh pihak keluarga. Itu jelas berbahaya, karena begitu pasien covid meninggal,maka masih ada resiko penularan. Karena virus covid -19 masib bisa hidup berjam jam bahkan berhari hari di dalam sel. Jadi mayatnya harus ditutup kantong plastik, dimasukan kedalam peti untuk menghindari resiko penyebaran virus covid,” paparnya.
Ketika ditanya pemakaman pasien covid-19 dikuburkan di daerah jauh seperti di Gandus yang jauh dari pemukiman warga, dia mengungkapkan itu terjadi karena ada penolakan warga di Tempat Pemakaman Umum. Karena penggali kuburan, warga di sekitar TPU menolak jenazah pasien covid 19.
“Sebagai contoh, dulu ada kasus pasien covid-19 seorang Profesor yang akan dimakamkan di TPU puncak Sekuning, tapi ditolak warga. Sampai jam 9 malam akhirnya diputuskan dimakamkan di daerah Gandus. Itu pasien pertama yang dimakamkan di Gandus, dan sampai saat ini seluruh pasien OTG, ODP, PDP dan positif yang meninggal akhirnya seluruhnya dimakamkan di Gandus,” urainya.
Saat ini, lanjut Harun Hudari, ada anggapan pasien covid -19 tidak meninggal kalau tidak ada penyakit penyerta. Itu salah, karena virus covid -19 ini bisa merusak paru paru dan organ tubuh lainnya.
“Ada bayi yang meninggal karen covid-19, bahkan orang dewasa yang meninggal karena covid 19. Mari kita hindari penularan covid 19 dengan melaksanakan prosedur sesuai protokol . Tidak harus positif covid19 yang dimakamkan secara protokol covid 19. Tapi pasien OTG, ODP dan PDP yang meninggal juga harus dimakamkan sesuai protokol covid 19,” ucapnya.
“Jangan lagi ada simpang siur, dokter dan rumah sakit berbisnis atau mengambil keuntungan dari wabah covid 19 ini. Jadi janganlah sampai ada tuduhan kami mengambil keuntungan dari pasien covid -19,” pungkasnya. (Yanti)










