• Indeks
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Kode Etik
  • Redaksi
  • Hubungi-kami
Kamis, September 18, 2025
No Result
View All Result
lamanqu.com
  • Home
  • News
  • Entertainment
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Pendidikan
  • Lainnya
    • Olahraga
    • Teknologi
    • Fashion
    • Treveling
    • Health
    • Komunitas
    • Opini
    • Tokoh
    • Religi
  • Home
  • News
  • Entertainment
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Pendidikan
  • Lainnya
    • Olahraga
    • Teknologi
    • Fashion
    • Treveling
    • Health
    • Komunitas
    • Opini
    • Tokoh
    • Religi
No Result
View All Result
lamanqu.com
No Result
View All Result
banner pemkab muba
ADVERTISEMENT
Home News

Pernah Menyeruak Perdebatan MK Soal Eksistensi Kepercayaan di RI

Reporter Editor Sumsel
14 Oktober 2018
Pernah Menyeruak Perdebatan MK Soal Eksistensi Kepercayaan di RI
Share on Whatsapp

Yogyakarta, lamanqu.com – Penolakan sekelompok orang terhadap Sedekah Laut menyeruak. Jauh sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) pernah membahas keberadaan dan hak-hak Penghayat Kepercayaan di negara Indonesia. Bagaimana perdebatan itu?

Perdebatan itu digelar saat MK mengadili hak-hak Penghayat Kepercayaan, apakah berhak mendapatkan status di kolom agama KTP, atau tidak.

“Karena dalam kenyataannya memang aliran kepercayaan itu ada dan itu ada sebelum agama-agama itu datang sehingga kita harus juga melihat bahwa kenyataan itu ada, mereka ada,” kata hakim konstitusi Maria Farida Indarti dalam sidang kala itu.

Sebab, dengan tidak dituliskannya ‘agama’ mereka ke dalam kolom agama, maka mereka dicap masyarakat sebagai orang yang tidak beragama. Padahal, dalam kenyatannya ‘agama’ itu ada.

“Saya berasal dari Solo, di mana banyak teman-teman saya, saudara saya yang memang mempunyai adat kepercayaan yang seperti itu,” cerita Maria yang guru besar Universitas Indonesia (UI) itu.

Menurut Maria, pengosongan kolom agama di KTP bukan semata-mata implementasi norma. Maria mengajak me

lihat masalah itu sebagai masalah serius, masalah hak asasi yang harus diterima negara.

“Tapi, kita harus mengatakan bahwa kenyataan itu ada dan para penghayat itu ada, sehingga kita juga harus menerima mereka. Bagaimana kita kemudian menerima mereka sebagai orang yang kemudian mempunyai hak asasi juga untuk diterima dalam negara ini,” papar Maria.

“Jadi, jangan kemudian langsung mengatakan ‘Oh, kalau tidak 6 agama itu, kemudian harus dicoret, terus dia masuk yang di mana?’ Karena ini dalam kenyataannya memang terjadi,” sambung Maria.

Adapun Ketua MK kala itu, Arief Hidayat menyatakan kegalauannya atas hak-hak Penghayat Kepercayaan. Sebab, mereka telah ada jauh sebelum agama ada di Indonesia.

“PNPS mengakui ada agama resmi. Kemudian, ada dari sekelompok yang asli mengatakan, ‘Lho, yang berasal dari asing malah diakui’. Kan kita tahu semua, yang keenam keyakinan atau agama itu kan asing sebetulnya, kalau kita mau jujur. Dari yang asing diakui, tapi kalau agama leluhur yang genuine yang asli Indonesia kenapa tidak diakui?” kata Arief.

Bila dihubungkan dengan ideologi negara, menurut Arief, proses mengangkat ke-Bhinekaan, kepercayaan Indonesia, atau ketakwaan orang Indonesia yang religius melalui proses yang panjang. Kemudian diangkat dan dikristalisasi menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.

“Tapi, Indonesia kayaknya dengan Ketuhanan Yang Maha Esa itu mencoba untuk menyinergikan, menyinergikan berbagai keyakinan orang Indonesia yang religius itu diangkat menjadi norma atau prinsip yang disebut Ketuhanan Yang Maha Esa,” ucap guru besar Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu.

Adapun hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna menggali tujuan politik hukum pencantuman kolom agama bagi Penghayat Kepercayaan. Hal itu ditanyakan ke ahli.

“Sebenarnya yang mau saya tanyakan itu begini, adakah kaitan antara politik rekognisi yang ahli sampaikan tadi itu dengan tujuan legitimasi yang hendak dituju sebenarnya oleh negara? Apakah itu negara ataukah sebenarnya itu bagian dari kepentingan suatu rezim dalam suatu periode tertentu?” kata Palguna.

Lalu bagaimana dengan hakim konstitusi Patrialis Akbar? mempertanyakan esensi Penghayat Kepercayaan dari kacamata ‘agama’, bukan menggali hak Penghayat Kepercayaan dari sisi berkenegaraan.

“Siapakah rasulnya? Apa kitab sucinya?” tanya Patrialis pada sidang di bulan Desember 2016. Belakangan, Patrialis ditangkap KPK terkait kasus korupsi dan dihukum 8 tahun penjara.
Karena dalam kenyataannya memang aliran kepercayaan itu ada. Dan itu ada sebelum agama-agama itu datang sehingga kita harus juga melihat bahwa kenyataan itu ada, mereka ada”, ujar Hakim konstitusi Maria Farida Indarti

Perdebatan itu akhirnya bermuara pada sikap MK yang mengakui keberadaan Penghayat Keperceayaan. Mereka boleh mencantumkan keyakinannya di kolom agama di KTP.

“Menyatakan kata ‘agama’ dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang-undang Nomor 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 24/2013 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 232 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5475) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk ‘kepercayaan’,” ucap Arief pada sidang yang digelar pada 7 November 2017.

Tags: kepercayaanKTPMahkamah KonstitusiSedekah Laut
ADVERTISEMENT
Previous Post

Tak Percaya Diri, Penyebab Timnas Jerman Takluk dari Belanda

Next Post

Fahri Hamzah: Garbi Sebuah Koreksi Untuk Presiden Jokowi Dan Kemajuan Bangsa

Editor Sumsel

Info Terkait

Permudah Pengurusan Data Kependudukan, Disdukcapil Palembang Buka 9 UPTD

Permudah Pengurusan Data Kependudukan, Disdukcapil Palembang Buka 9 UPTD

18 Juni 2019
Sedekah Laut Bantul Digagalkan, Polisi Sedang Selidiki Peristiwa Ini

Sedekah Laut Bantul Digagalkan, Polisi Sedang Selidiki Peristiwa Ini

13 Oktober 2018

Berita Terbaru

PBB dan OKI Dukung Palestina, Indonesia Berperan Aktif

Ular dalam Wujud Simbolisme Ganda yang Mengubah Peradaban

Ular, Ahli Taktik dalam Berburu Tanpa Suara

Jalur Naga atau Dragon Vein

Rektor Universitas IBA, Dr. Lily Rahmawati Harahap Sampaikan Beberapa Hal saat Wisuda Ke-33 dan Dies Natalies Ke-37 Universitas IBA

Seleksi Komisioner KPID Sumsel Dimulai, DPRD Minta Proses Transparan dan Profesional

KOSGORO 1957 Kota Palembang Dilantik, Diharapkan Jadi Mitra Strategis Pemerintah dalam Pemberdayaan Masyarakat

Naga Asia, Sebuah Simbol Hidup dalam Budaya dan Sejarah

Susunan Pengurus SMSI Kabupaten Bandung 2025-2028

Berita Populer

Gaya Pakaian Kasual Lebih Nyaman dan Sederhana

Gaya Pakaian Kasual
Reporter lian
14 September 2025

LamanQu.Com - Gaya pakaian kasual adalah pilihan yang populer karena fokus utamanya adalah kenyamanan, kesederhanaan, dan fleksibilitas. Gaya ini sangat...

Read more

Jenis Tikus yang Cocok untuk Jadi Hewan Peliharaan

jenis tikus, hewan peliharaan
Reporter lian
14 September 2025

LamanQu.Com - Seringkali, mendengar kata "tikus" langsung memunculkan citra hama yang kotor dan mengganggu. Namun, di balik persepsi umum itu,...

Read more

Wabah Hitam: Kisah Horor dari Eropa Pada Abad Ke-14

Wabah Hitam
Reporter lian
17 September 2025

LamanQu.Com - Bayangkan sebuah zaman di mana dunia terasa begitu luas, namun tiba-tiba, sebuah ketakutan tak terlihat menyebar lebih cepat...

Read more

Kelinci, Bukan Sekedar Hewan Berbulu Lembut

kelinci
Reporter lian
16 September 2025

LamanQu.Com - Sering kita kenal sebagai hewan peliharaan yang menggemaskan, dengan bulu sehalus kapas dan hidung yang terus bergerak, kelinci...

Read more

© 2025 DIgital Media Sriwijaya

  • Indeks
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Kode Etik
  • Redaksi
  • Hubungi-kami
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Entertainment
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Pendidikan
  • Lainnya
    • Olahraga
    • Teknologi
    • Fashion
    • Treveling
    • Health
    • Komunitas
    • Opini
    • Tokoh
    • Religi

© 2025 DIgital Media Sriwijaya

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In